Sejarah

Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman.

Paham NU

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis).

PAC IPNU IPPNU Kecamatan Kesugihan

Majulah Bangsaku Majulah Negeriku ! Kami Generasi Muda Nahdlatul UlamaKecamatan Kesugihan Siap sedia selalu untuk menjaga Merah Putih agar berkibar selalu.

Ansor Bersholawat

Hari Kebangkitan Nasional kami peringati pada 20 Mei 2012 dengan mengumandangkan Sholawat

Selamat Datang

Selamat Datang di BLOG MWC NU Kesugihan Cilacap

Selasa, 26 November 2013

Nasional PBNU: Politik Transaksional Lahirkan "Pencuri

Jember, NU Online
Maraknya politik transaksional karena ketidakdewasaan politisi dalam bersikap telah melahirkan konflik. Akibatnya kerukunan dalam keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia tecerderai. Hal ini telah memperlemah posisi Pancasila.

Hal tersebut dikemukakan Wakil Ketua Umum PBNU, H. As’ad Said Ali saat menjadi narasumber dalam Sarasehan Kerukunan Bernegara di Gedung Mas Soerachman, Universitas Jember, Jawa Timur, Senin (25/11).

Menurutnya, demi mengejar kekuasaan, para elite politik rela melakukan apa saja, termasuk demokrasi transaksional. “Seharusnya sistem demokrasi di Indonesia melahirkan tokoh politik yang memiliki sifat kenegarawanan, bukan malah menjamurnya 'pencuri' yang menjadi politisi,” ujarnya.

As’ad menambahkan, sejumlah konflik di tanah air banyak disebabkan karena ketidakdewasaan elit politik dalam “bermain”. Yang memilukan, katanya, konflik tersebut mulai dikembangkan dengan menggunakan isu agama.

“Saya tahu yang bermain itu adalah para elite. Sekarang yang menjadi korban rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa,” sambungnya.

As’ad berharap agar bangsa Indonesia kembali kepada Pancasila sebagai pegangan hidup. Pancasila memang dirancang untuk falsafah hidup bangsa Indonesia yang beranegka ragam budaya dan sukunya. “Kalau berbicara kerukunan bernegara ya Pancasila rujukannya,” ucapnya.

Sarasehan itu sendiri dihadiri para mahasiswa, aktivis, tokoh masyarakat  dan sejumlah kiai. Hadir dalam kesempatan tersebut, Sekretaris PCNU Jember, KH. Misbahussalam.

Sabtu, 09 November 2013

Membaca Surat Yasin dengan Maksud Tertentu

 Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril sebagai perantar. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang akan terjaga dan terawat sampai hari kiamat.
Begitu pula bagi yang membacanya senantiasa akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, tercatat pahala setiap hurufnya berupa satu kebaikan dan satu kebaikan itu akan dilipatgandakan dengan sepuluh pahala. Sebagaimana hadits Rasulullah saw, dari Ibnu Mas’ud ra.,
من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة والحسنة بعشر أمثالها
Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran, maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan dengan sepuluh (pahala).
Oleh karena itulah al-Qur’an bagi orang muslim selalu dibacakan dalam berbagai kondisi, baik ketika senang maupun sedih. Mulai dari walimatul arusy (pernikahan), walimatul hitan, walimatus safar, akhirus sanah, seminar, pelantikan, hingga prosesi pemakaman, selalu disertakan bacaan al-Qur’an di dalamnya. Hanya saja ayat al-Qur’an yang dibaca berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan konteksnya. Tentunya pembacaan ini memiliki tujuan dan maksud tertentu. Selain menjadi sumber pahala dan dianggap ibadah, membaca ayat al-Qur’an juga memiliki berberapa faedah. Seperti membaca surat Yasin yang memiliki fadhilah terkabulnya segala hajat dan tertolaknya marabahaya.
Apakah membaca surat Yasin dengan tujuan seperti itu tidak termasuk dalam kategori riya, yang menghilangkan nilai keikhlasan? Karena membacanya dengan harapan terpenuhinya kebutuhan, atau terhindarnya balak-marabahaya, bukan karena Allah semata.
Dalam Kitab Qurratul ‘Ain Fatawa Isma’il Zain diterangkan bahwa hal tersebut boleh dilakukan dan tidak dianggap riya, selama tidak melanggar aturan-aturan syara’ dan bukan pekerjaan ma’syiat.
يجوز أن تقرأ سورة يس بنية قضاء حاجة من جلب نفع أو دفع ضر سواء كان المقصود دينيا أو دنيويا مالم يكن معصية ولا يكون ذلك رياء
Boleh membaca surat Yasin dengan maksud dan tujuan tertentu, entah itu duniawi maupun ukhrowi selama tidak dalam hal maksiat, dan pembacaan itu tidak termasuk sebagai perbuatan riya’
Karena definisi riya’ sebenarnya adalah melakukan sesuatu bukan karena Allah Ta’ala tetapi karena makhluk ciptaan Allah swt, sedangkan bacaan Yasin mengharapkan pahala dari Allah swt. yang berupa berbagai fadhilah tersebut.

Rabu, 20 Februari 2013

pilkada sering timbulkan perpecahan masyarakat

Pilkada sebagai salah satu perwujudan demokrasi ternyata juga kerap berdampak buruk bagi kerukunan dimasyarakat,untuk itu warga nahdliyin agar cerdas dalam berpolitik dan tidak mudah terpancing oleh konflik kepentingan.

”Karena dalam politik praktis pasti akan terjadi conflict of interest, ada konflik kepentingan yang dapat memecah belah warga,” tutur Katib Aam PBNU KH Malik Madani saat dihubungi, Rabu (20/2) petang.

Menurut Kiai Malik, pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilakukan secara langsung hampir selalu meninggalkan akibat negatif bagi masyarakat. Selain maraknya politik uang, calon pemilih sering dikorbankan dalam pertarungan politik kekuasaan.

Kiai Malik juga tak membenarkan jika ada pengurus NU yang terlibat politik praktis dengan mengatasnamakan jam’iyah. Di samping rawan perpecahan, praktik ini dianggap menyimpang dari garis perjuangan.

”Sebab, peran politik NU adalah di hight politic, yakni pada tataran ide, gagasan, bukan politik praktis. Termasuk berkait dengan politik kebangsaan dan kerakyatan,” imbuhnya.

Kiai Malik mengaku sangat prihatin dengan pengaruh tak sehat dari sistem pemilihan langsung. Ongkos politik yang terlalu mahal serta persaingan jumlah masa dipandang sebagai faktor penting mengapa pilkada cenderung menghasilkan konflik, politik uang, dan pejabat terpilih yang koruptif.

”Makanya pada Musyawarah Alim Ulama di Cirebon 2012 lalu, NU menilai pilkada lebih banyak mudaratnya daripada maslahatnya, dan karena itu perlu dikembalikan pada sistem perwakilan,” paparnya.

Terimakasih atas kunjungan anda di website MWC NU KESUGIHAN

Selasa, 19 Februari 2013

Pengusaha-Konsumen Nahdliyin diakomodir BHNU


Keberadaan BHNU(Badan Halal Nahdlatul Ulama)tidak dalam rangka menyaingi lembaga sertifikasi halal yang sebelumnya sudah beroperasi.BHNU berdiri atas permintaan umat khususnya para pengusaha dan konsumen dari kalangan nahdliyin.
Prof Maksum Makhfud selaku ketua BHNU menegaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya yang didirikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu tidak akan membingungkan umat islam dalam menentukan label halal yang benar.
“Sejak awal BHNU didirikan atas dasar mengakomodir keinginan umat islam khususnya para pengusaha dan konsumen dari kalangan nahdliyin,jika pada prakteknya mereka yang diluar NU juga mempercayakan labelisasi halal ke kami,kami siap”tegas prof maksum di Jakarta (19/02/2013).
Lebih jauh prof maksum menyatakan bahwa adanya BHNU sebagai tambahan variasi bagi umat isalam untuk pengurusan label halal atas produk yang dibuat,dipasarkan dan dikonsumsi,artinya ada pilihan bagi umat islam tidak seperti sekarang yang cenderung terjadi momopoli”lanjutnya.
BHNU juga mendesak pemerintah,termasuk dalam hal ini DPR agar dalam pembahasan Rancangan Undang Undang jaminan Produk Halal(RUUJPH)membuka kesempatan pihak lain yang memiliki kompetensi untuk memiliki kesempatan yang sama dalam memberikan label halal untuk produk yang beredar di masyarakat.
Trimakasih atas kunjungan anda di website kami MWCNU KESUGIHAN BLOGSPOT.COM

Sastra Pesantren, Sastra Dakwah


Sastra pesantren adalah istilah baru yang mungkin dimaksudkan untuk menyebut karya sastra yang hidup dan diciptakan kalangan pesantren, atau karya sastra yang bermuatan misi dakwah.

Apabila pembatasan ini benar, maka sastra pesantren sesungguhnya sudah hadir sejak masuknya Islam di Indonesia sekitar abad ke-12, sekaligus merupakan bagian tak terpisahkan dari sastra Indonesia.

Islam yang masuk ke Indonesia sudah bernuansa sufistik dan disebarkan melalui cara akulturasi. Para penyebar Islam memanfaatkan sastra sebagai media untuk menyampaikan pengajaran tentang sejarah, hukum, serta tasawuf. Bentuk-bentuk sastra yang lazim mereka manfaatkan adalah pantun, syair, gurindam, prosa, dan prosa lirik. Raja Ali Haji terkenal dengan Gurindam Duabelasnya yang bermuatan pengajaran adabnya. 

Di daerah lain seperti Minangkabau, Sunda, Jawa, Makassar, dan sebagainya, para pelopor Islam juga menggunakan media sastra setempat untuk tujuan dakwah. Sastra tutur kaba’ di Minangkabau dimanfaatkan untuk dakwah selain pantun dan syair. Di Sunda, hal yang sama bahkan terjadi lebih intensif. Sastra tembang yang berisi pengajaran agama, dan tembang Cianjuran sampai tembag anak-anak di surau dan pesantren berkembang dengan sangat subur pada zamannya. 

Sunan Bonang menggunakan bentuk-bentuk tembang Jawa untuk menyebar dakwah, terutama tasawuf. “Suluk Wuragul” yang ditulisnya dalam bentuk tembang dhangdhanggula berisi pemikiran teologis faham Jabariyah dan Qadariyah.

Dalam khazanah sastra tembang Jawa ada sebuah pupuh dhangdhanggula yang sangat terkenal:

Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh ayu luputa ing lara
Luputa bilahi kabeh 
Jin setan datan purun
Paneluhan datan ana wani
Miwah penggawe ala
Gunaning wong luput 
Geni atemahan tirta
Maling adoh tan ana ngarah mring mami
Guna duduk pan sirna

Artinya: ada sebuah kidung (nyanyian mantra) penjaga sang malam. Berjaga agar semua selamat. Dijauhkan dari sakit. Menjauhlah segala bahaya. Jin dan setan tak bisa mengganggu. Teluh tak berani. Juga perbuatan jahat ulah orang yang sesat, padam seperti api tersiram air. Pencuri jauh. Guna-guna dan penyakit akan sirna.

Para pecinta sastra tembang sulit menentukan siapakah pencipta dhangdhanggula ini. Namun mereka percaya dia adalah salah seorang dari wali sembilan. Dan yang dimaksud dengann kidung dalam tembang tersebut adalah ayat kursyi yang dipercaya secara magis mampu menolak segala macam bahaya. 

Pada saat itu, kehidupan sastra pesantren baik yang salaf maupun modern, bisa dikatakan berhenti. Di pesantren salaf, kitab kuning yang banyak diantaranya punya nilai sastra, memang tetap menjadi sumber keilmuan yang utama. Namun produk sastra baru, yang biasanya berupa sayair puji-pujian atau singiran boleh dibilang tidak lagi dihasilkan. Di Banyumas, Kiai Amin dari Karang Lewas masih setia menulis syair dalam dialek lokal, kebanyakan berisi ajaran etika. Namun kiai yang sering mandiri sangat sulit memasyarakatkan karyanya. Tak ada penerbit yang mau menerbitkan karya sastranya, tak ada pula guru yang mau mengajarkan karya itu kepada para santri.

Apabila kehidupan sastra dalam batas tembok pesantren bisa dikatakan redup, tidaklah berarti sastra pesantren juga tidak berkembang di luarnya. Dalam hal ini agaknya telah terjadi semacam metamorfosis dari sastra pesantren lama yang biasanya berciri tradisional ke bentuk sastra modern dengan segala ciri modernitasnya.

Kemunculan penyair Abdul hadi WM dengan puisi profetiknya atau Danarto dengan cerpen-cerpen sufistiknya, bisa dikatakan gejala metamorfosis tadi. Dengan gejala ini, menjadi lebih menarik dengan munculnya orang-orang asli pesantren seperti KH Mustofa Bisri Rembang, KH D. Zawawi Imron Batang-batang, KH Acep Zamzam Noor Cipaasung sebagai raksasa penyair modern tingkat nasional. Kemunculan tiga tokoh tadi, yang kemudian diikuti oleh puluhan penyair lain, membuat warna baru dalam khazanah sastra Indonesia sekaligus mengaburkan batas antara sastra pesantren dan sastra nonpesantren. Dengan kata lain, rasanya tidak obyektif menganggap sastra pesantren sebagai bentuk ekslusif santri, karena kenyataannya sastra pesantren sejak dulu hingga kin merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sastra Indonesia.   

Metamorfosis sastra pesantren juga menjadikan genre sastra ini punya masa depan luas karena tidak lagi terikat oleh ketentuan-ketentuan bentuk seperti pantun dan syair. Puisi-puisi karya Abdul hadi WM, KH Mustofa Bisri, KH D. Zawawi Imron adalah puisi modern yang bebas bentuk. Puisi modern yang lebih mengutamakan kedalaman atau intensitas kreatif daripada keharusan memenuhi ketentuan bentuk tertentu. Maka pusi modern lebih punya masa depan dan relevan dengan selera zaman. 

Dari kualitas maupun kuantitas, pesimisme sungguh tak perlu terjadi ketika kita mengamati perkembangan puisi pesantren. Namun lain halnya bila kita bicara soal prosanya, khususnya novel. Diakui bahwa secara umum terasa ada krisis dalam dunia pernovelan Indonesia. Krisis yang dimaksud adalah sedikitnya lahir novel-novel yang bermutu sastra. Dan lebih sedikit novel yang bersemangat pesantren, yakni novel-novel yang menjadikan tauhid sebagai basis kreativitas. 

Sementara orang mengatakan, sastra bentuk novel memang akan sulit lahir dari kalangan pesantren (baca: ortodoksi muslim), setidaknya karena satu hal, yakni masih adanya anggapan bahwa membuat karakter (pelaku) fiksi dihukum haram karena dianggap sama dengan membuat patung. Kenyataannya memang demikian, tidaklah banyak lahir novelis atau cerpenis dari kalangan ortodoksi, baik ortodoksi modern maupun ortodoksi tradisional. Novelis atau cerpenis Islam kebanyakan muncul dari kalangan “abangan”.   


AHMAD TOHARI, sastrawan, tinggal di Banyumas.

DISERTASI( Kelas Menengah NU Telah Bergeser)


Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur Ahmad Rubaidi akan mempertahankan diseratasinya bertajuk “Pergeseran Kelas Menengah NU; Studi tentang Pergeseram Ideologi dari Moderat kepada Islamisme dan Postislamisme Pascareformasi di Jawa Timur”.

"Ini adalah ujian terbuka promosi doktor saya," katanya kepada NU Online, Kamis (14/2). Sidang dilangsungkan di ruangan auditorium IAIN Sunan Ampel, Jalan Ahmad Yani Surabaya. 

Dalam kajiannya disebutkan, banyak hal menarik dari NU usai transisi dari era Orde Baru (Orba) menuju  reformasi. Selain membawa dampak negatif juga positif secara bersamaan. 

Salah satu fenomena menarik untuk dikaji lebih mendalam adalah terjadinya pergeseran lapisan kelas menengah NU dari yang awalnya memegang teguh prinsip-prinsip ideologi ke-Islam-an yang bercorak moderat bergeser ke arah corak pemahaman Islam yang bergaris keras, atau identik dengan Islamisme," katanya.

"Fenomena ini terjadi saat gelombang reformasi dengan mengatas namakan demokrasi memberi peluang kepada kekuatan-kekuatan politik, termasuk gerakan Islamisme di Indonesia untuk berkontestasi berebut ruang-ruang publik maupun politik kekuasaan," lanjutnya.

Dari hasil penelusuran di lapangan, pergeseran kelas menengah NU terfragmentasi kepada beberapa Ormas, Parpol Islamisme, LSM, bahkan individual. Di antara pilihan institusi dimaksud adalah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Tarbiyah atau Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Majelis Ulama Indonesia (MUI),  LP2SI,  LPAI, dan beberapa individu.

"Data ini sepenuhnya didasarkan pada area penelitian yang terfokus di Jawa Timur sebagai lokus penelitian yang diharapkan mampu menggambarkan realitas kelas menengah NU secara umum," katanya.

Rubaidi menandaskan,  gerakan islamisme  antara lain ditandai dengan maraknya perda bernuansa syariat Islam dan besarnya intensitas diskriminasi dan intoleransi berbasis keagamaan. Fenomena tersebut ditandai dengan dua kemungkinan.

"Pertama, pergeseran kelas menengah NU dari ideologi moderat kepada berbagai ormas islamis," sergahnya Dan yang kedua, "Kontribusi kelas menengah NU, baik langsung maupun tidak langsung terhadap lahirnya dua fakta di atas,"terangnya. 

Dalam catatannya,  sejak 2001 hingga 2011,  Perda syariat Islam di Jawa Timur sebanyak 12 buah. Selain Perda, masih terdapat Surat Keputusan (SK) Bupati, Surat Edaran (SE) Bupati, dan pada 2011 ditambah Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur. "Semua subtansinya tentu saja tidak keluar dari formalisasi syariah Islam," katanya. 

Namun demikian, proses-proses pergeseran ini tidak selamanya berkonotasi negatif. Khusus pada corak kelompok islamisme ”tengah” atau disebut post-Islamisme cukup menjanjikan terhadap perubahan konstalasi politik Islam di masa depan. "Semua memang masih membutuhkan waktu sebagai pembuktian," pungkasnya.




Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Syaifullah

Minggu, 17 Februari 2013

Warga NU Harus Siap Hadapi Pasar Bebas



Jombang, NU Online
Wakil Gubernur Jatim, H Syaifullah Yusuf meminta warga NU harus siap menghadapi persaingan pasar bebas. Hal ini menyusul telah ditantanganinya kesepakatan antar negera khususnya negara yang tergabung dalam ASEAN terkait pasar bebas.

Pernyataan ini disampaikan Gus Ipul biasa dipanggil, saat menutup kegiatan Pasar Rakyat Indonesia yang diselenggarakan PBNU bekerjasama dengan PCNU di Kecamatan Ploso Jombang, Ahad (10/2) malam.  

Dikatakannya, menghadapi pasar bebas tingkat ASEAN ini NU berkepentingan melindungi warganya. 

“PBNU memiliki kepentingan untuk menjaga warganya agar tetap mengkonsumsi makanan yang kehalalannya jelas. Juga menggunakan barang yang benar benar halal,” ujarnya.


Karena menurut mantan ketua PP GP Ansor ini menambahkan, dalam pasar bebas itu, negara yang tergabung dalam kelompok ASEAN tenaga kerja dari negara-negara ini bisa masuk ke Indonesia. Begitu pula dengan kebutuhan konsumtif juga bebas masuk.

”Tenaga kerja Malaysia bisa bekerja disini begitu pula sebaliknya. Termasuk barang konsumtif juga bebas diperdagangkan,” imbuhnya.

Untuk itu PBNU, dikatakannnya sangat berkepentingan menjaga warganya agar tetap membiasakan mengggunakan barang yang jelas halalnya dan tetap mengkonsumsi makanan yang halal. NU juga kini telah memiliki Badan Halal 

”Itulah tujuannya mengapa pasar rakyat ini digelar,” tandas Gus Ipul mengatakan.

Sementara itu, antusias warga mengunjungi Pasar Rakyat Indonesia kemarin cukup tinggi, bahkan barang barang kebutuhan pokok yang di jual diserbu pembeli. 

“Untuk total berapa yang terjual belum kita hitung, secara keseluruhan. Namun antusias warga sangat tinggi,” ujar Bambang koordinator Pasar Rakyat dari PBNU usai penutupan.

Disamping, kebutuhan pokok yang disediakan PBNU, berbagai makanan kecil produksi warga NU Jombang juga ikut memeriahkan pasar rakyat. Diantaranya kripik suun, jepit dan aneka minuman alami produk ibu Muslimat NU diperdagangkan.

”Ini produksi warga Desa Tamping mojo Tembelang. Satu bungkus hanya Rp 5 ribu,” ujar Solihin mengatakan.


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Muslim Abdurrahman

DPR Sudah Terima Sikap NU Terkait RUU JPH



Jakarta, NU Online
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menerima pernyataan sikap NU terkait Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) dan tinggal mengakomodasinya.

“Beberapa waktu yang lalu NU sudah meluncurkan Badan Halal NU. Sikap NU pun sudah diterima DPR, tinggal diakomodasi saja,” kata anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Khatibul Umam Wiranu kepada NU Online di Jakarta, Ahad (17/2).

Menurut anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ini, RUU JPH dimaksudkan untuk melindungi warga negara. Keterlibatan organisasi besar seperti NU dalam penerbitan surat sertifikasi halal sangat  menguntungkan pemerintah, pelaku usaha dan konsumen.

Setiap kelompok masyarakat atau organisasi yang punya kompetensi harus dijamin ruang perannya. Kelompok agamawan yang punya kompetensi harus dijamin oleh UU boleh melakukan sertifikasi halal sehingga tidak ada lagi monopoli.

“Era kini menuntut RUU JPH bersifat terbuka dan terukur untuk menjamin partisipasi masyarakat dalam upaya melindungi pelaku usaha dan konsumen,” ungkapnya.

Menurut Umam, RUU JPH yang saat ini sedang dibahas harus mengakomodasi sikap NU dan Muhammadiyah mengingat dua aspek yang dibahas di dalamnya, yakni konsumen dan pelaku usaha yang sebagian besar keluarga NU dan Muhammadiyah.


“NU dan Muhammadiyah harus didengarkan sikapnya dan diakomodasi. Apa jadinya formula UU kita kalau RUU JPH mengabaikan sikap NU,” pungkasnya.


Redaktur: A. Khoirul Anam


Selasa, 12 Februari 2013

Banser Harus Taat Ulama



Pekalongan, NU Online
Barisan Ansor Serbaguna (Banser) harus tunduk dan ta'at dengan ulama, karena ketaatan ini bagi Banser adalah kunci keberhasilan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebagai benteng ulama, keberadaan Banser ditentukan oleh kedisiplinan perilaku dan sikap, sehingga tidak saja Banser disegani, akan tetapi lebih dari itu Banser juga bisa menjadi pelindung sekaligus pengayom bagi seluruh masyarakat tanpa membedakan suku, ras, agama maupun golongan.

Demikian dikatakan Habib Luthfy saat memberikan taushiyah di hadapan ribuan Banser se eks Karesidenan Pekalongan yang menggelar apel kesetiaan membela NKRI di Alun Alun Kota Pekalongan, Selasa (12/2).

Dikatakan, sebagai bagian dari generasi muda Indonesia, Banser memiliki peran yang cukup strategis membela dan mempertahankan NKRI. Meski ada tentara, Banser sebagai pasukan sipil jangan sampai ketinggalan untuk sama sama membela Indonesia dari rongrongan sekelompok masyarakat yang menginginkan Indonesia tercerai berai.

"Sebagai benteng ulama, Banser harus membentengi diri dengan berbagai ilmu untuk kepentingan bela negara Indonesia," ujarnya disaat bertindak sebagai inspektur upacara.

Hadir dalam apel kesetiaan Banser, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid, Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah Jabir Al Faruqi dan ratusan tamu undangan lainnya.

Usai gelar pasukan, Banser mengadakan halaqoh dengan nara sumber Nusron Wahid dan Habib Luthfy bin Yahya bertempat di eks Pendopo Kabupaten Pekalongan, Jalan Nusantara 1 Pekalongan.



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Absul Muiz

"KOMUNISME GAYA BARU"harus diwaspai

Sinyalemen kebangkitan PKI sudah sangat jelas telihat,salah satunya adalaah dengan membonceng Hak Asasi Manusia (HAM).
"Sekarang gerakan komunisme masuk melalui ide tidak seeperti G30S PKI dulu dan jika dulu menggunakan revolusi sekarang komunisme menumpang HAM,apalagi di indonesia HAM ini tidak jelas jenis kelaminnya,untuk itu masyarakat agar waspada"
Demikian kata KH.Hasyim Muzadi mantan ketum PBNU pada acara Sarasehan Nasional"Sinyalemen kebangkitan kembali Gerakan komunisme di indonesia"yang diselenggarakan pondok-pesantren tebuireng jombang,selasa(12/02/13).Sarasehan ini juga dihadiri oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Makhfudz MD,Jendral Pol Anton Tabah serta budayawan Taufiq Ismail.
Smentara itu Makhfudz MD mengatakan bahwa peluang bangkitnya komunisme di indonesia sangat besar,pasalnya hingga saat ini belum ada undang-undang yang bisa menjerat penganut ideologi komunis ini."di negara kita ini seorang yang mengaku penganut ideologi komunis tidak bisa dijerat dengan hukum dan tidak bisa diadili,karena memang tidak ada undang-undang yang mengatur masalah itu"tegas makhfudz.
Sementara itu Jendral Pol Anton Tabah mengatakan komunisme memanfaatkam euforia reformasi isu HAM dan Demokrasi serta isu kemiskinan dan kebodohan."kita harus mewasdai tujuh radikalisasi yang bisa ditumpangi oleh kaum komunis yakni radikalisasi kebebasan,radikalisasi HAM,radikalisasi ekonomi,radikalisasi politik,radikalisasi ideologi,radikalisasi demokrasi dan radikalisasi agama"ujar pak lendral.
Sedangkan budayawan Taufiq ismail mengingatkan kita bahwa kelompok komunisme sudah tiga kali mencoba merebut kekuasaan,selepas reformasi mereka berusaha bangkit dengan berbagai cara,maka ia mengharap masyarakat agar waspasa akan munculnya KGB(komunis Gaya Baru),kelompok KGB ini selalu mendesak pemerintah agar minta maaf atas tragedi 1965

Selasa, 29 Januari 2013

"Zuhud"salah satu tahapan dalam tasawuf


“Salah satu maqam( tahapan)  spiritual dalam dunia tasawuf adalah zuhud.Secara prinsip zuhud tidak sama dengan meninggalkan dunia”.Demikian penjelasan KH Said aqil Siraj dalam pengajian tasawuf PBNU dilantai 5 gedung PBNU Jakarta pusat,senen 29 januari 2013 M.
“Zuhud”bukan berarti mlarat,menganggap dunia ini kecil meskipun orang itu kaya raya,itu “zuhud”terangnya.
Ketua Umum PBNU itu juga menyatakan bahwa para wali Alloh yang zuhud,tidak sedikit yang memiliki harta melimpah ini menunjukkan bahwa zuhud tidak bergantung pada jumlah kekayaan duniawi,melainkan pengakuan tulus bahwa alloh lah satu-satunya keagungan paling haqiqi.
“Kekayaan Indonesia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia,tapi bisa tidak cukup untuk satu orang tamak,nilai kekayaan bersifat relatif bagi masing-masing orang,dan karenanya mustahil menjadi sumber mutlak bagi kebahagiaan seseorang”demikian katanya.
Kang Said.sapaan akrabnya,juga menerangkan perihal tingkatan-tingkatan spiritual (maqamat) dalam tasawuf yang terjadi dalam tiga proses yakni:Takhali(pembersihan diri),tahali(penghiasan diri)dan Tajalli(pengejawantahan diri).Taubat,wara’ dan zuhud
Merupakan serangkaian proses takhalli yang dapat menimbulkan rasa takut(khauf) pada Alloh  dalam diri seseorang sehingga giat pada usaha penghambaan(ta’abud),
Sementara tawakal,ridla dan syukur menempati fase(tahapan) dimana pada tahapan ini memancarkan harapan akan Alloh(raja’)dengan orientasi upaya mendekatkan diri kepadaNya (taqarrub).
Tajali merupakan proses ke tiga dimana dalam tahapan ini penempuh jalan tasawuf akan menerapkan mahabbah(cinta), thuma’ninah(ketenangan), dan ma’rifah(penyaksian), tahapan ini mengakibatkan seseorang untuk senantiasa harmonis (uns) dengan Alloh dengan segala prilaku yang merupakan bentuk realisasi akan kebenaran,keindahan dan kebaikan Alloh (tahaqquq).






Dilarang Gelar Maulid, Warga Kalimantan Mengadu ke PBNU

Jakarta, NU Online
13 orang dari sejumlah Ormas Islam di Kalimantan Tengah, Senin (27/1), bersilaturahmi ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Mereka mengadukan sikap aparat kepolisian setempat yang dalam beberapa minggu terakhir mengeluarkan pelarangan terhadap sejumlah aktifitas keagamaan.

Rombongan dipimpin oleh Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kapuas H. Nuraini. Ikut serta di dalamnya antara lain Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Kapuas  H. Kamarudin, dan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) cabang daerah yang sama.

Kedatangan rombongan tersebut melaporkan terjadinya pembubaran pengajian dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Tajjudin, Kabupaten Kapuas oleh aparat kepolisian pada tanggal 5 Januari 2013 lalu. Mereka juga melaporkan adanya pelarangan pelaksanaan pembacaan manakib, dan ceramah selepas ibadah salat Jumat di masjid yang sama.

"Yang melarang Kapolres Kapuas dan katanya perintah Kapolda Kalimantan Tengah. Alasannya untuk menjaga situasi agar tetap kondusif, karena di Kapuas akan dilaksanakan pemilihan suara ulang," ungkap H.Nuraini.

H Nuraini menganggap pelarangan tersebut tak berdasar, terlebih pelaksanaan Maulid Nabi, pembacaan manakib, dan ceramah selepas salat Jumat sama sekali tidak bermuatan politik. "Sama sekali tidak ada sentuhannya dengan politik, kenapa aktifitas ini dilarang," ujarnya menyesalkan.

Dari laporan yang disampaikannya, H. Nuraini mewakili umat Islam di Kapuas dan Kalimantan Tengah pada umumnya, meminta PBNU untuk mencari jalan keluar terbaik.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, merespon positif leporan tersebut dengan menyanggupi mencarikan jalan keluar terbaik. "Sebatas kemampuan saya, saya akan membantu agar permasalahan ini bisa terselesaikan," ungkapnya.

Terkait adanya pelarangan terhadap sejumlah aktifitas keagamaan, Kiai Said menyampaikan penyesalan.

"Aparat kepolisian harusnya bisa menjadi pengayom yang baik. Bertugaslah tanpa membeda-bedakan golongan, agama, atau bahkan karena kepentingan pangkat dan kedudukan," pungkas Kiai Said tegas.



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Samsul Hadi

Nasional KANG SAID NGAJI Maqom-maqom dalam Tasawuf (I)

Jakarta, NU Online
Ada beberapa maqom (tingkatan) bagi orang yang menjalani titian tasawuf. Dalam setiap titian tersebut, pelakunya akan merasakan situasi-situasi tertentu.

Ketua Umum PBBNU KH Said Aqil Siroj mengurai tingkatan tasawuf tersebut di gedung PBNU, Jakarta, Senin malam, (28/01). Peserta pengajian tersebut adalah pengurus lajnah, banom dan lembaga di PBNU.

“Yang pertama adalah taubat atau mohon ampunan kepada Allah. Taubat itu bukan hanya sekadar mengucap astaghfirullah, tapi perubahan sikap. Astghafirullah hanya lafadnya,” ungkap kiai kelahiran Cirebon 1953 tersebut.

Kiai yang pernah nyantri di Lirboyo dan Krepyak tersebut menambahkan, taubat itu sendiri terbagi ke dalam tiga tingkatan. Taubatnya orang awam, yaitu taubat dari segala dosa. Taubatnya ulama, yaitu taubat dari lupa. Dan taubatnya ahli tasawuf, taubat dari merasa dirinya ada (eksis).

“Setiap orang yang merasa dirinya “ada”, bisa jatuh ke dalam kemusyrikan,” ujar kiai yang juga doktor  (S3) University of Umm Al-Qura Jurusan Aqidah atau Filsafat Islam, lulus pada tahun 1994.

Kita ini adalah “maujud” (diadakan). Kita hidup 30, 50, 100 tahun hanyalah “diadakan”. Sedangkan yang “ada” (wujud) hanyalah Allah. Dialah yang mengadakan kita. Kita harus merasa sementara dan diadakannya.

Tidak ada “aku” yang sesungguhya, kecuali “Aku”nya Allah, la ilaha ila ana. Tidak ada “dia” yang sesungguhnya kecuali “Dia” allah, lai ilaha ilah huwa. Tidak ada kamu yang sesungguhnya, kecuali Kamu Allah, la ilaha ila anta.

Setelah taubat, sambung bapak dari empat anak ini, akan timbul tingkatan selanjutnya, yaitu waro’i. Orang yang mencapai maqom ini melihat segala sesuatu dengan hati-hati. Yang tidak betul-betul halal, tidak akan diambilnya. Tidak akan mengambil kedudukan yang bukan miliknya.

“Kalau waro’i sudah selesai, timbul zuhud,” tambah kiai yang akrabdisapa Kang Said tersebut.

Zuhud adalah memandang rendah dunia. Misalnya dapat uang 10 juta biasa-biasa saja. Hilang 10 juta juga biasa-biasa saja. Seperti Gus Dur. Saya melihat, ketika dia sebelum presiden, dia bersikap biasa saja. Ketika jadi presiden, bersikap biasa saja. Begitu juga ketika dia tidak jadi presiden.

Kang Said menegaskan, zuhud itu bukan berarti harus melarat, tapi lebih pada sikap. Orang kaya bisa zuhud, orang melarat bisa serakah. Tapi zuhud lebih pada sikap dan cara pandang orang terhadap dunia. Ia menyikapi selain Allah itu kecil.

Tiga tingkatan tersebut berada dalam proses takhalli atau pembersihan diri. Efek kejiwaan sementara orang dalam tingkatan ini adalah khauf, atau takut kepada Allah. “Segala amal soleh dan ibadah yang dilakukannya adalah lita’abud, untuk beribadah.”

Penulis: Abdullah Alawi

Minggu, 27 Januari 2013

Satuan Khusus Banser Diminta Direalisasikan


Mojokerto, NU Online
Kepala Satuan Koordinasi Nasional (Satkornas) Banser, H Abdul Muchid SH, minta seluruh pimpinan Ansor dan jajaran Satkorwil dan Satkorcab Banser segera mensosialisasikan.


Hal tersebut terkait dengan hasil Konferensi Besar GP Ansor di Jakarta lalu, terkait dengan beberapa program Banser. Di antaranya terkait dengan beberapa satuan khusus yang telah di sepakati dalam Konbes Ansor. 

Misalnya, sosialisasi pembentukan Bagana (Banser Tanggab Bencana), Balalin (Banser Lalu Lintas), Balakar (Banser Pencegah Kebakaran), Saka Banser (Banser di Bidang Kepanduaan atau ke Pramukaan), Provost Banser dan Densus 99 Asmaul Husna. 

“ Satuan yang telah disehkan sebaiknya segera disosialisasikan di semua tingkatan. Khususnya di Jawa Timur termasuk di Mojokerto ini,’’ ungkap Kepala Satkornas Banser, usai acara pembukaan DTD Ansor dan Banser se Kab. Mojokerto di pesantren Unik, Trawas Mojokerto, Ahad pagi.

Menurut Abdul Muchid, hasil ini perlu disosialisasikan, agar ada kesiapan pelaksanaan kegiatan. Begitu ada tugas.Kalau tidak, satuan ini hanya sekedar wacana saja. Tidak ada reaksi dan hasil kerjanya. 

“Misalnya pembentukan Bagana. Ini sangat penting untuk segera ditindak lanjuti. Karena, satuan ini segera bisa berbuat dan membantu masyarakat. Misalnya memban musibah di Jakarta saat ini,’’ ungkap Cak Muchid.

Selain KepalaSatkornas, hadir dan membka acara DTD  Wakil Bupati Mojokerto, Hj Choirun Nisa’, Ketua PCNU Kab. Mojokerto, H Shohibul Irfan Aris dan Kepala Satkorwil Banser Jatim, H Imam Kusnin Ahmad SH yang sekaligus memberikan materi Kebanseran dan ke- Ansor-an. 

Menurut Ketua Panitia acara, H Suprapto, DTD ini diselenggarakan untuk mejawab pertanyaan semua pihak. Bahwa Ansor dan Banser di Mojokerto tidak sedang tidur nyenyak. Sebab, usai pelantikan hingga setahun kemudian tidak ada kegiatan sama sekali. 

“Kegiatan kali ini membuktikan bahwa Banser dan Ansor Kabupaten Mojokerto masih hidup dan bisa berjalan. Meski dtingkat kepengurusan Ansor masih ada kendala sedikit,’’ ungkap Suprapto.

Dalam kondisi seperti itu, lanjut Suprapto, selaku Satkorcab Banser harus mengambil peran pelaksana kegiatan. Karena memang fungsi Banser adalah melaksanakan dan mengamalkan program kegiatan yang direncanakan oleh GP Ansor. 

“Dalam konfercab dulu sudah diprogramkan ada pelatihan. Setelah kita tunggu sekitar setahun lebih tidak ada kegiatan. Maka dengan inisiatif Banser melaksanakan kegiatan ini,’’ katanya.

Ia katakan, DTD yang akan berlangsung selama 3 hari  tersebut diikuti 180 peserta utusan dari masing-masing Satkoryon dan PAC Ansor se Kabupaten Mojokerto. 

“Di Kabupaten Mojokerto ini ada 18 PAC Ansor. Maka setiap PAC mengirim 5 untusan untuk Ansor dan 5 personil utusan dari Banser,’’ tandas Suprapto.

Diharapkan,usai pelatihan ini, lanjut dia kegiatan serupa akan ditindak lanjuti ditingkat PAC Ansor se Kabupaten Mojokerto. Baik pola Diklatsar maupun pola DTD. 

“Tidak ada masalah mau nyelenggarakan DTD seperti ini apa Diklatsar,’’ tandasnya.


Redaktur: Mukafi Niam

Sabtu, 26 Januari 2013

Wahabi Gunakan Istilah Salafi untuk Mengelabuhi


Jombang, NU Online
Kalangan penganut ajaran gerakan Wahabi di Indonesia dan di dunia lebih senang menyebut dirinya sebagai penganut ajaran gerakan Salafi. Padahal dua istilah ini sangat berbeda satu dengan yang lain. 

Gerakan Wahabi dinisbatkan kepada ajaran Syech Muhammad Bin Abdul Wahab, sedangkan ajaran Salafi merujuk kepada ajaran yang dikembangkan Imam Ahmad Bin Hambal, salah satu Imam Madzhab yang diikuti oleh pengikut ajaran Ahlissunnah Wal Jamaah. Pengikut ajaran yang terakhir ini sering disebut sebagai Salafiyun.

Penggunaan sebutan Salafi yang digunakan oleh pengikut Wahabi, bukanlah sesuatu yang tidak disengaja. Tetapi digunakan untuk mengelabuhi, agar seolah-olah mereka menjadi bagian dari ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) sehingga mereka bisa masuk dengan mudah ke dalam kantong-kantong pengikut ajaran Aswaja yang menjadi mayoritas di dunia, khususnya di Indonesia.

Demikian salah satu materi yang disampaikan oleh KH Wazir Ali, Lc, Wakil Rais Syuriyah PCNU Jombang dan salah satu Pengasuh PP Mamba’ul Maarif Denanyar Jombang, dalam kegiatan Lailatul Ijtima’ (malam konsolidasi) PCNU Jombang, Jumat (25/1) di Masjid Jogoroto Jombang. 

Kegiatan yang dilakukan secara reguler bergiliran tempat tersebut bekerjasama dengan MWC-MWC se Eks-Kawedanan Mojoagung, yang terdiri dari kecamatan Mojoagung, Peterongan, Sumobito, Kesamben dan Jogoroto.

Hadir pada malam itu sekitar 250 orang, baik dari pengurus MWC, Ranting-ranting dan Banom NU (Muslimat NU, Ansor NU, Fatayat NU, IPNU-IPPNU). Disamping itu juga hadir Ketua PCNU Jombang, KH Isrofil Amar, dan jajaran Muspika Kecamatan Jogoroto.

Dalam kegiatan tersebut, sebagaimana yang tersusun dalam modul lailatul ijtimak PCNU Jombang, Kiyai Wazir secara keseluruhan menyampaikan tentang definisi Aswaja; 3 pilar-pilar ajaran Aswaja yang terdiri dari Iman, Islam dan Ihsan; 3 pilar keilmuan Aswaja yang terdiri dari akidah, syariah dan tasawuf/thoriqoh; karakteristik ajaran Aswaja yang tawasuth (tengah, tidak ekstrim), I’tidal (adil), tasamuh (toleran) dan tawazun (seimbang, antara akal dan nash, antara dunia dan akhirat, antara pikiran dan gerakan).

Di akhir presentasinya, Kiai Wazir juga menyampaikan tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang berpaham Ahlussunnah wal Jamaah dan yang berpaham Wahabi.

“Banyak Ormas di Indonesia yang menggunakan organisasinya untuk menyebarkan ajaran Wahabi di Indonesia, misalnya MTA dan MMI. Bahkan banyak yayasan didirikan untuk menyebarkan ajaran Wahabi. Di Jember ada, di Bangil ada juga di Surabaya”, kata kiai Wazir. 



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Muslimin Abdillah

Jumat, 25 Januari 2013

Resolusi Jihad NU, Fakta Sejarah yang Disingkirkan


Hari ini, 22 Oktober, 67 tahun lalu PBNU menyerukan Resolusi Jihad di Surabaya untuk menyikapi perkembangan situasi yang menunjukkan gelagat bakal berkuasa kembalinya penjajah Belanda melalui pemerintahan yang disebut NICA.  

Pada awal Oktober 1945, tentara Jepang di Semarang dan Bandung yang sudah dilucuti rakyat merebut kembali kota Semarang dan Bandung yang telah jatuh ke tangan Indonesia dan kemudian menyerahkan kepada Inggris. 

Pemerintah RI menahan diri untuk tidak melakukan perlawanan dan mengharapkan penyelesaian kasus itu secara diplomatik. Pemerintah RI bahkan  menerima saja ketika melihat bendera Belanda dikibarkan di Jakarta. Tindakan Jepang yang menguntungkan Inggris itu  membuat marah para pemimpin Indonesia, termasuk para ulama NU.

Kecurigaan terhadap orang-orang sosialis yang tergabung dalam PRI melakukan operasi sepihak menyelamatkan orang-orang Belanda, tanggal 10 – 11 Oktober 1945 ketika PRI menggeledah kantor RAPWI dan perumahan Eropa sudah tersiar kabar bahwa ditemukan banyak bukti tentang rencana serangan, perangkat radio, peta sistem komunikasi, instruksi dari pemerintah NICA di Australia. Suasana di Surabaya pun memanas. 

Lalu dengan alasan untuk menghindari aksi massa, tanggal 15 Oktober 1945 sekitar 3500 orang Belanda dan Indo Belanda yang sudah dilepas dari interniran Jepang, diam-diam  oleh PRI dinaikkan truk-truk dan dibawa ke penjara Kalisosok (werfstraat) untuk ditahan serta ditempatkan di sejumlah tempat yang aman. Sebagian truk yang membawa para tawanan itu kemudian dihadang massa di depan markas PRI di Simpang Club dan para tawanan itu dihakimi massa secara brutal.

Kabar bakal mendaratnya Sekutu yang diboncengi tentara NICA makin keras terdengar  di tengah penduduk Surabaya yang dicekam kemarahan ditambah pidato-pidato Bung Tomo lewat Radio Pemberontakan mulai mengudara. Atas dasar berbagai pertimbangan  PBNU mengundang konsul-konsul NU di seluruh Jawa dan Madura agar hadir pada  21 Oktober 1945 di kantor PB ANO di Jl. Bubutan VI/2 Surabaya.  

Malam hari tanggal 22 Oktober 1945, Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari, menyampaikan amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam, pria maupun wanita, dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya. Rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah itu kemudian menyimpulkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad Fii Sabilillah”, yang isinya sebagai berikut:

“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja…”

Inilah seruan Jihad yang secara syar’i disepakati para ulama dengan maksud utama  membela Negara Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945 dari serangan bangsa lain yang ingin menjajah kembali bangsa Indonesia. Penduduk Surabaya yang sudah panas pun tambah terbakar semangatnya karena amarah mereka terhadap musuh memperoleh legitimasi Jihad dari ulama, sehingga mati pun dalam keadaan membela kedaulatan Negara Indonesia akan beroleh balasan surga. 

Demikianlah, sejak tanggal 22 Oktober 1945 itu seluruh penduduk bersiaga perang menunggu pendaratan tentara Inggris yang kabarnya sudah tersiar sejak pekan kedua Oktober 1945. Pidato-pidato Bung Tomo lewat Radio Pemberontakan yang ditandai teriakan Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar pun makin mengobarkan semangat perjuangan semua penduduk Jawa Timur dari kalangan pemimpin setingkat gubernur, Menteri Pertahanan, Walikota  hingga ke warga kampung.

Seruan untuk berjihad fii sabilillah inilah yang menjadi pemicu perang massa (Tawuran Massal) pada tanggal 27, 28, 29 Oktober 1945. Saat itulah, arek-arek Surabaya yang dibakar semangat jihad menyerang Brigade ke-49 Mahratta pimpinan Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby. Hasilnya, lebih dari 2000 orang pasukan kebanggaan Inggris tewasnya. Sang Brigadir Jenderal, A.W.S. Mallaby juga tewas akibat dilempar granat.

Perang Massa (Tawuran Massal) tanpa komando yang berlangsung selama tiga hari yang mengakibatkan kematian Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby itulah yang memicu kemarahan Inggris yang berujung  pada pecahnya pertempuran besar Surabaya 10 November 1945 yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Pahlawan. 

Sayang sekali, fakta sejarah tentang Resolusi Jihad NU dan Perang Massa (Tawurang Massal) tiga hari itu diam-diam tidak disinggung dalam penulisan sejarah seputar  peristiwa pertempuran 10 November 1945 yang dikenang oleh Inggris dengan satu kalimat: “Once and Forever”, bahkan belakangan peristiwa itu disingkirkan dari fakta sejarah seolah-olah tidak pernah terjadi. (Agus SunyotoSejarawah dan Sastrawan, tinggal di Malang, Jawa Timur)

Rabu, 23 Januari 2013

Kurikulum 2013 Harus Selaras dengan Karakter Madrasah



Jakarta, NU Online
Kurikulum 2013 yang akan diterbitkan Kemendikbud RI dituntut menyesuaikan dengan karakter lokal lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk belasan ribu madrasah berbasis pesntren atau sesuai nilai-nilai perjuangan NU.

Pesan ini mengemuka dalam Rapat Kerja Nasional Lembaga Pendidikan Ma’arif NU di Wisma Syahida Inn, Kampus II UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rabu (23/1) pagi, pada sesi pembacaan butir rekomendasi untuk pemerintah.

“Pelaksanaan kebijakan Kemendikbud RI di lingkungan madrasah harus disesuaikan dengan karakteristik madrasah,” demikian bunyi rekomendasi seperti dibacakan ketua komisi rekomendasi H Abdul Ghofarrozin.

Untuk merealisasikan komitmen ini, forum Rakernas mendesak Kemendikbud untuk melibatkan LP Ma’arif NU dan lembaga lain yang berkepentingan dalam sosialisasi dan pelaksanaan Kurikulum 2013. Pengurus Pusat LP Ma’arif NU akan menyiapkan sumber daya manusia dalam rangka kegiatan ini.

LP Ma’arif NU dalam kesempatan ini mengusulkan Kemendikbud dapat menambah jam pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di tingkat SMP dan SMA dari 2 jam menjadi 4 jam. Selain muatan lokal, memasukkan pendidikan sadar lingkungan dan pendidikan tanggap bencana dalam kurikulum 2013.

Rakernas yang berlangsung sejak Senin kemarin ini juga menyerukan kepada madrasah milik LP Ma’arif NU di seluruh Indonesia untuk memasukkan nilai-nilai pendidikan yang ada di masyarakat, seperti nilai-nilai kepesantrenan, kearifan lokal, dan tradisi ketimuran lainnya dalam kurikulum 2013.

Redaktur : Hamzah Sahal
Penulis    : Mahbib Khoiron

Senin, 21 Januari 2013

PIDATO KETUA UMUM PBNU Pada Hari Lahir Nahdlatul Ulama Ke-85


Bismillahirrahmanirrahiem
Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Salawat serta salam kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW,  yang membawa risalah Islam yang memberi petunjuk kepada kita sampai hari ini.
Peringatan Hari Lahir NU ke-85  yang dirayakan hari ini, sebagai ungkapan rasa syukur ke hadirat Allah SWT. Sekaligus juga merupakan perwujudan dari perjuangan NU selama ini yang telah berhasil muwujudkan komunitas Islam yang taat beragama, memiliki kejujuran tinggi dan ketekunan luar biasa serta memiliki komitmen yang sangat tinggi terhadap bangsa bahkan umat manusia sedunia. Semuanya itu ditempuh dengan sukses karena menggunakan paradigmanya sendiri yaitu mabadi tawassuth, tawazun dan tasamuh, sehingga bisa menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis. Dengan sikap dan pengorbanannya semacam itu NU tidak pernah berbuat onar apalagi memberontak pada negara dan Pemerintah yang sah.
NU hadir untuk memelihara dan mempertahankan Islam ala ahlussunnah wal jamaah maupun untuk mengemban tanggungjawab kultural untuk menyangga tradisi. Selain itu juga untuk menjaga keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila yang oleh almaghfurlah KH. Achmad Shiddiq pada Muktamar ke-27 tahun 1984 dirumuskan sebagai “Hasil Final Perjuangan Umat Islam.”
Segenap jajaran NU baik dari unsur kepengurusan organisasi mulai tingkat nasional sampai ranting-ranting pedesaan di seluruh Nusantara maupun di lapisan budaya terutama pesantren, para kiai pengasuh dan kalangan ulama, jaringan tariqah, serta jaringan-jaringan budaya NU lainnya senantiasa menjaga dan memelihara pengamalan ajaran Islam ahlussunnah wal jamaahdan terus mencermati perkembangan dan tegaknya NKRI. 
NU merupakan organaisasi yang terus berkembang dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat tidak lain karena memiliki mabda yang tepat. Di tengah munculnya ekstrem ideologi dan gaya hidup, NU akan tetap mengambil jalan tengah (ummat wasathan), karena ini merupakan jalan Islam yang sesungguhnya, sebagaimana Firman Allah.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Dan demikianlah aku menciptakanmu sebagai umat yang (moderat, adil), agar kamu menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatanmu.” (QS: Al Baqarah 143).
Ajaran ahlussunnah ini berpegang teguh pada Sunnah Nabi secara, qaulan wa fi’lan wa taqriran(sabda, tindakan dan kesepakatan). Sebagai pembawa misi kenabian maka Ahlussunnah selalu berpegang pada prinsip jamaah yaitu bersama dan membela kepentingan masyarakat banyak. 
Menghadapi tanggung jawab agama, negara dan bangsa ini NU perlu menyingsingkan lengan baju, karena hanya dengan demikian akan bisa mengemban peran besar sebagai syuhud hadhari(penggerak peradaban) bangsa, tetapi juga berperan sebagai syuhud tsaqafi (penggerak intelektual) dalam membangun dan menyangga bangsa ini. Komitmen NU pada bangsa ini tidak bisa ditawar, karena NU terlibat dalam mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini sehingga ketaatan NU pada Bangsa dan negara ini bersifat mutlak. Dalam negara ini bukan sekadar berperan sebagai stake holder (pemangku kepentingan) yang tidak memiliki peran apapun, sebagaimana sering disebut orang. NU turut mendirikan negara ini dengan pengorbanan harta dan nyawa, karena itu NU duduk sebagai share holder (pemilik saham) dalam NKRI ini, sehingga posisinya kuat dan memiliki tangung jawab terhadap negara ini.
Dengan mengacu kepada Khittah Nahdliyah yang menegaskan NU sebagai gerakan dakwah dan sosial keagamaan, di masa mendatang akan meneguhkan NU sebagai  syuhud tsaqafah atau gerakan kebudayaan.  Dengan strategi itu, dalam kesempatan ini perlu kami tegaskan bahwa  kelanjutan perjuangan pengabdian NU terhadap bangsa dan negara ini di masa mendatang akan terus ditingkatkan untuk mendorong peneguhan persatuan bangsa dan penguatan kedaulatan negara di tengah benturan kepentingan antar-bangsa yang belekangan telah melahirkan kolonialisme (baru), terutama di bidang ekonomi,  serta ikut mengupayakan perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945.
Sekali lagi ingin kami sampaikan, bahwa dalam konteks itu, peran NU diletakkan sebagai kekuatan ketiga di luar lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga penyelenggara negara. Kekuatan NU bertumpu pada tiga tataran. Yakni paham ahlussunnah wal jamaah (di dalamnya antara lain ada fikrah Nahdiyah yang melahirkan Islam moderat), nilai-nilai/tradisi dan lembaga-lembaga budaya mulai dari pesantren, jaringan thariqah, dll, serta jaringan struktur sebagai infrastrukur organisasi yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara. Jaringan kekuatan tersebut sejauh ini efektif memainkan peran sebaga penyangga bangsa di luar lembaga-lembaga politik dan penyelenggara negara yang belakangan ini mengalami kemerosotan legitimasi karena lemah dalam menjalankan fungsi pokoknya.
Sementara di antara partai-partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat kerapkali menunjukkan terjadinya benturan kepentingan dan saling memanfaatkan kelemahan yang amat menentukan dalam proses pembuatan kebijakan negara yang hasilnya  pada umumnya jauh dari kepentingan rakyat. Sebaliknya, atas nama kebebasan rakyat pun cenderung  mengartikulasikan kepentingannya dengan cara esktra parlementer.
Semua ini menunjukkan tidak terjadinya pelembagaan politik dalam memenuhi aspirasi rakyat baik oleh partai maupun lembaga perwakilan rakyat. Sementara itu, Pemerintah sendiri belum bisa berbuat banyak untuk memenuhi hak-hak dasar, hajat hidup  dan berbagai aspirasi rakyat tanpa dukungan penuh dari  Dewan Perwakilan Rakyat. Sangat memprihatinkan  bahwa  demokratisasi dalam dua belas tahun terakhir ini hanya menghasilkan kehidupan yang serba liberal, baik di bidang politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Dalam hal ini NU mengetengahkan beberapa prinsip tentang demokrasi. Pertama, demokrasi haruslah mampu menjaga keutuhan bangsa. Kedua, mampu menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Ketiga, demokrasi harus mampu menjaga kebersamaan dan kebhinekatunggal-ikaan. Keempat, demokrasi harus memperhatikan prinsip musyawarah. Kelima, demokrasi harus mampu menjamin kepercayaan pada Tuhan yang Maha Esa.
Perbaikan demokrasi ini tidak hanya di bidang politik, tetapi sekaligus di bidang ekonomi dan kebudayaan. Ketiganya haruslah dibangun berdasarkan prinsip kedaulatan, kebangsaan dan kerakyatan. Sistem ekonomi inilah yang akan mampu menyelamatkan kita dari berbagai goncaangan krisis ekonomi dunia.
Alhamdulillah Indonesia selamat dari krisis ekonomi dunia yang terjadi beberapa tahun yang lalu sehingga posisi ekonomi kita saat ini cukup kuat, baik cadangan devisa kita terus meningkat.
Penguatan fundamental ekonomi ini sangat membutuhkan sistem politik yang stabil sebagai penopangnya. Karena itu kita perlu terus mengkonsolidasi demokrasi ini, sesuai dengan yang digariskan Pancasila, yaitu demokrasi kerakyatan dan berketuhanan. Demokrasi ini yang diharapkan mampu menciptakan stabilitas politik nasional baik di bidang eksekutif maupun legislatif. Mengingat pentingnya dua hal tadi maka sebagai tanggung jawab moral dari organisai keulamaan ini, maka NU akan selalu bersinergi dengan pemerintah. Dalam arti, kalau kebijakan pemerintah pro rakyat dan berpihak pada kepentingan bangsa akan kami dukung. Sebaliknya bila kebijakan pemrintah mengingkari aspirasi rakyat dan kepentingan nasional NU akan melakukan kritik. Perlu saya tegaskan lagi bahwa kesetiaan NU pada negara itu mutlak, tetapi kesetiaan pada Pemerintah bersifat kondisional, kalau benar didukung kalau salah dikritik, berdasarkan prinsipamar ma’ruf nahi munkar.
Sikap dasar NU ini belum banyak diketahui orang, sehingga kesalahpahaman terhadap NU terus terjadi. Hal itu tidak lain ada orang yang memang tidak tahu NU, tetapi ada yang pura-pura tidak tahu, celakanya ada orang yang memang tidak mau tahu tentang NU, karena itu meremehkan eksistensi NU yang berarti pelecehan terhadap elemen penting dari bangsa ini. Kata sebuah pepatah bahwa al-insanu ‘aduwwu ma jahil (manusia membenci apa yang tidak diketahui). NU tidak mereka kenal karena itu mereka benci. Karena itulah Harlah Ke-85 NU ini dilaksanakan dengan tema besar Meneguhkan Kemandirian dan Persatuan untuk Perdamaian Dunia ini untuk kembali memperkenalkan peran-peran kesejarahan NU.
Bagi NU kedaulatan bangsa dan negara itu sangat penting, hanya dengan kedaulatan itulah kita bersatu dan bisa mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan. Atas nama kemandirian atau kedaulatan itulah NU dulu berjuang melawan penjajah untuk mendirikan republik ini.
NU telah banyak berbuat untuk negeri ini sejak dalam merebut kemerdekaan, menyiapkan konstitusi serta mengisinya. Hingga saat ini NU tetap mandiri dalam mengelola pendidikan, saat ini NU memiliki 22.000 pesantren dan 400. 000 madrasah. Selain itu mandiri dalam mengelola ekonomi. Hingga saat ini NU memiliki banyak BPR dan micro finance, NU menghimpun ribuan petani dan nelayan. Sejak dahulu NU juga mandiri dalam membina sosial, dalam hal ini NU memiliki puluhan ribu jamaah tarekat, jamaah pengajian, jam’iyatul qurra wal huffadz dan sebagainya belum lagi barisan pemuda dan remaja. Semuanya dikelola secara mandiri baik dari segi teknik maupun dana. Pendeknya, NU telah berbuat banyak terhadap negara ini. Karena itu sudah selayaknya semua pihak, terutama negara mendukung seluruh agenda NU agar peran NU dalam menegakkan bangsa ini semakin besar.
Usulan perbaikan sistemik ini perlu ditegaskan, mengingat bahwa tanpa sistem yang baik tidak mungkin perbaikan bisa dilaksanakan. Sebagaimana sebuah pepatah mengatakan bahwafaqidusy-syai’i la yu’thihi (barang siapa tidak memiliki sesuatu maka tidak akan bisa memberi). Bagi orang yang tidak adil, tidak mungkin menegakkan keadilan, bagi yang tidak memiliki kejujuran tidak mungkin berlaku jujur dan seterusnya. NU menginginkan dengan adanya sistem yang baik semua bisa dimungkinkan untuk berjalan dengan baik, adil, jujur dan benar. Karena tidak mungkin pemerintah yang tidak adil bisa memperjuangkan keadilan bagi rakyatnya. Dan tidak mungkin pula pemerintah yang tidak jujur bisa memberantas korupsi dan berbagai macam ketidakjujuran.
Sebagai organisasi keulamaan yang berorientasi kerakyatan dan sebagai wujud dari ahlusunnah wal jamaah yang selalu bersama sawadil a’dzom (kelompok mayoritas), NU akan terus menerus memperjuangkan kepentingan rakyat, dengan cara tarbiyatur ruhiyah (mendidik dan menyirami rohani mereka) serta tazkiyatun nafs (menyucikan jiwa mereka). Karena itu di NU terdapat berbagai macam aliran tarekat mu’tabarah, yang baru saja mengadakan Multaqas Shufi al-Alamy(Pertemuan Sufi Sedunia) di Jakarta dalam rangkaian acara Harlah ini. Kita harapkan pencerahan jiwa dan kebersihan hati itu tercermin dalam perilaku sosial, perilaku politik dan dalam kerja ekonomi sehari-hari.
NU memiliki pengelaman sejarah yang panjang termasuk dalam menghadapi berbagai peristiwa besar. Pengalaman sejarah itu yang ingin dipejari orang lain termasuk dari luar negeri. Termasuk banyak ahli tarekat yang ingin belajar pada pengalaman Indonesia, demikian juga para aktivis dan politisi dunia, termasuk dari Afghanistan berusaha mencoba bertukar pengalaman dengan kita bagaimana sebuah agama dan organisasi keulamaan bisa menjadi perekat bagi keutuhan bangsa.  Pengalaman berbangsa dan bernegara itu yang ingin dibagi bersama bangsa lain terutama dalam menegaskan hubungan agama dengan negara, dan menerapkan ideologi negara Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Indonesia yang multi etnis, multi agama dan ideologi tetapi kerukunan sosial bisa terjaga, hal itu tidak lain karena kita memiliki ikatan spiritual yang mendalam, serta memiliki ikatan ideologi yang kokoh yaitu Pancasila. Secara kontras bisa bandingkan dengan Timur Tengah, merka relatif homogen secara agama, tetapi mereka sulit bersatu bahkan selalu dalam ketegangan, hal itu tidak lain karena spiritualitas mereka keropos, sehingga tidak memiliki kemampuan beradaptasi  ketika tidak ada lagi sikap tawasuth, tawazun dan tasamuh. Karena itu merek ingin belajar pada kita. Dan kita siap berdialog dan tukar pengamalam dengan mereka.
Itulah beberapa pokok pikiran yang perlu kami samapaikan dalam Harlah NU ini, sebagai pegangan dan sekaligus sebagai pijakan dalam melakukan aktivitas selanjutnya. Karena itu sekali lagi kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada semua pihak atas partisipasinya dalam pelaksanaan Harlah ini. 
Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, MA