Sejarah

Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman.

Paham NU

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis).

PAC IPNU IPPNU Kecamatan Kesugihan

Majulah Bangsaku Majulah Negeriku ! Kami Generasi Muda Nahdlatul UlamaKecamatan Kesugihan Siap sedia selalu untuk menjaga Merah Putih agar berkibar selalu.

Ansor Bersholawat

Hari Kebangkitan Nasional kami peringati pada 20 Mei 2012 dengan mengumandangkan Sholawat

Selamat Datang

Selamat Datang di BLOG MWC NU Kesugihan Cilacap

Rabu, 20 Februari 2013

pilkada sering timbulkan perpecahan masyarakat

Pilkada sebagai salah satu perwujudan demokrasi ternyata juga kerap berdampak buruk bagi kerukunan dimasyarakat,untuk itu warga nahdliyin agar cerdas dalam berpolitik dan tidak mudah terpancing oleh konflik kepentingan.

”Karena dalam politik praktis pasti akan terjadi conflict of interest, ada konflik kepentingan yang dapat memecah belah warga,” tutur Katib Aam PBNU KH Malik Madani saat dihubungi, Rabu (20/2) petang.

Menurut Kiai Malik, pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilakukan secara langsung hampir selalu meninggalkan akibat negatif bagi masyarakat. Selain maraknya politik uang, calon pemilih sering dikorbankan dalam pertarungan politik kekuasaan.

Kiai Malik juga tak membenarkan jika ada pengurus NU yang terlibat politik praktis dengan mengatasnamakan jam’iyah. Di samping rawan perpecahan, praktik ini dianggap menyimpang dari garis perjuangan.

”Sebab, peran politik NU adalah di hight politic, yakni pada tataran ide, gagasan, bukan politik praktis. Termasuk berkait dengan politik kebangsaan dan kerakyatan,” imbuhnya.

Kiai Malik mengaku sangat prihatin dengan pengaruh tak sehat dari sistem pemilihan langsung. Ongkos politik yang terlalu mahal serta persaingan jumlah masa dipandang sebagai faktor penting mengapa pilkada cenderung menghasilkan konflik, politik uang, dan pejabat terpilih yang koruptif.

”Makanya pada Musyawarah Alim Ulama di Cirebon 2012 lalu, NU menilai pilkada lebih banyak mudaratnya daripada maslahatnya, dan karena itu perlu dikembalikan pada sistem perwakilan,” paparnya.

Terimakasih atas kunjungan anda di website MWC NU KESUGIHAN

Selasa, 19 Februari 2013

Pengusaha-Konsumen Nahdliyin diakomodir BHNU


Keberadaan BHNU(Badan Halal Nahdlatul Ulama)tidak dalam rangka menyaingi lembaga sertifikasi halal yang sebelumnya sudah beroperasi.BHNU berdiri atas permintaan umat khususnya para pengusaha dan konsumen dari kalangan nahdliyin.
Prof Maksum Makhfud selaku ketua BHNU menegaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya yang didirikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu tidak akan membingungkan umat islam dalam menentukan label halal yang benar.
“Sejak awal BHNU didirikan atas dasar mengakomodir keinginan umat islam khususnya para pengusaha dan konsumen dari kalangan nahdliyin,jika pada prakteknya mereka yang diluar NU juga mempercayakan labelisasi halal ke kami,kami siap”tegas prof maksum di Jakarta (19/02/2013).
Lebih jauh prof maksum menyatakan bahwa adanya BHNU sebagai tambahan variasi bagi umat isalam untuk pengurusan label halal atas produk yang dibuat,dipasarkan dan dikonsumsi,artinya ada pilihan bagi umat islam tidak seperti sekarang yang cenderung terjadi momopoli”lanjutnya.
BHNU juga mendesak pemerintah,termasuk dalam hal ini DPR agar dalam pembahasan Rancangan Undang Undang jaminan Produk Halal(RUUJPH)membuka kesempatan pihak lain yang memiliki kompetensi untuk memiliki kesempatan yang sama dalam memberikan label halal untuk produk yang beredar di masyarakat.
Trimakasih atas kunjungan anda di website kami MWCNU KESUGIHAN BLOGSPOT.COM

Sastra Pesantren, Sastra Dakwah


Sastra pesantren adalah istilah baru yang mungkin dimaksudkan untuk menyebut karya sastra yang hidup dan diciptakan kalangan pesantren, atau karya sastra yang bermuatan misi dakwah.

Apabila pembatasan ini benar, maka sastra pesantren sesungguhnya sudah hadir sejak masuknya Islam di Indonesia sekitar abad ke-12, sekaligus merupakan bagian tak terpisahkan dari sastra Indonesia.

Islam yang masuk ke Indonesia sudah bernuansa sufistik dan disebarkan melalui cara akulturasi. Para penyebar Islam memanfaatkan sastra sebagai media untuk menyampaikan pengajaran tentang sejarah, hukum, serta tasawuf. Bentuk-bentuk sastra yang lazim mereka manfaatkan adalah pantun, syair, gurindam, prosa, dan prosa lirik. Raja Ali Haji terkenal dengan Gurindam Duabelasnya yang bermuatan pengajaran adabnya. 

Di daerah lain seperti Minangkabau, Sunda, Jawa, Makassar, dan sebagainya, para pelopor Islam juga menggunakan media sastra setempat untuk tujuan dakwah. Sastra tutur kaba’ di Minangkabau dimanfaatkan untuk dakwah selain pantun dan syair. Di Sunda, hal yang sama bahkan terjadi lebih intensif. Sastra tembang yang berisi pengajaran agama, dan tembang Cianjuran sampai tembag anak-anak di surau dan pesantren berkembang dengan sangat subur pada zamannya. 

Sunan Bonang menggunakan bentuk-bentuk tembang Jawa untuk menyebar dakwah, terutama tasawuf. “Suluk Wuragul” yang ditulisnya dalam bentuk tembang dhangdhanggula berisi pemikiran teologis faham Jabariyah dan Qadariyah.

Dalam khazanah sastra tembang Jawa ada sebuah pupuh dhangdhanggula yang sangat terkenal:

Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh ayu luputa ing lara
Luputa bilahi kabeh 
Jin setan datan purun
Paneluhan datan ana wani
Miwah penggawe ala
Gunaning wong luput 
Geni atemahan tirta
Maling adoh tan ana ngarah mring mami
Guna duduk pan sirna

Artinya: ada sebuah kidung (nyanyian mantra) penjaga sang malam. Berjaga agar semua selamat. Dijauhkan dari sakit. Menjauhlah segala bahaya. Jin dan setan tak bisa mengganggu. Teluh tak berani. Juga perbuatan jahat ulah orang yang sesat, padam seperti api tersiram air. Pencuri jauh. Guna-guna dan penyakit akan sirna.

Para pecinta sastra tembang sulit menentukan siapakah pencipta dhangdhanggula ini. Namun mereka percaya dia adalah salah seorang dari wali sembilan. Dan yang dimaksud dengann kidung dalam tembang tersebut adalah ayat kursyi yang dipercaya secara magis mampu menolak segala macam bahaya. 

Pada saat itu, kehidupan sastra pesantren baik yang salaf maupun modern, bisa dikatakan berhenti. Di pesantren salaf, kitab kuning yang banyak diantaranya punya nilai sastra, memang tetap menjadi sumber keilmuan yang utama. Namun produk sastra baru, yang biasanya berupa sayair puji-pujian atau singiran boleh dibilang tidak lagi dihasilkan. Di Banyumas, Kiai Amin dari Karang Lewas masih setia menulis syair dalam dialek lokal, kebanyakan berisi ajaran etika. Namun kiai yang sering mandiri sangat sulit memasyarakatkan karyanya. Tak ada penerbit yang mau menerbitkan karya sastranya, tak ada pula guru yang mau mengajarkan karya itu kepada para santri.

Apabila kehidupan sastra dalam batas tembok pesantren bisa dikatakan redup, tidaklah berarti sastra pesantren juga tidak berkembang di luarnya. Dalam hal ini agaknya telah terjadi semacam metamorfosis dari sastra pesantren lama yang biasanya berciri tradisional ke bentuk sastra modern dengan segala ciri modernitasnya.

Kemunculan penyair Abdul hadi WM dengan puisi profetiknya atau Danarto dengan cerpen-cerpen sufistiknya, bisa dikatakan gejala metamorfosis tadi. Dengan gejala ini, menjadi lebih menarik dengan munculnya orang-orang asli pesantren seperti KH Mustofa Bisri Rembang, KH D. Zawawi Imron Batang-batang, KH Acep Zamzam Noor Cipaasung sebagai raksasa penyair modern tingkat nasional. Kemunculan tiga tokoh tadi, yang kemudian diikuti oleh puluhan penyair lain, membuat warna baru dalam khazanah sastra Indonesia sekaligus mengaburkan batas antara sastra pesantren dan sastra nonpesantren. Dengan kata lain, rasanya tidak obyektif menganggap sastra pesantren sebagai bentuk ekslusif santri, karena kenyataannya sastra pesantren sejak dulu hingga kin merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sastra Indonesia.   

Metamorfosis sastra pesantren juga menjadikan genre sastra ini punya masa depan luas karena tidak lagi terikat oleh ketentuan-ketentuan bentuk seperti pantun dan syair. Puisi-puisi karya Abdul hadi WM, KH Mustofa Bisri, KH D. Zawawi Imron adalah puisi modern yang bebas bentuk. Puisi modern yang lebih mengutamakan kedalaman atau intensitas kreatif daripada keharusan memenuhi ketentuan bentuk tertentu. Maka pusi modern lebih punya masa depan dan relevan dengan selera zaman. 

Dari kualitas maupun kuantitas, pesimisme sungguh tak perlu terjadi ketika kita mengamati perkembangan puisi pesantren. Namun lain halnya bila kita bicara soal prosanya, khususnya novel. Diakui bahwa secara umum terasa ada krisis dalam dunia pernovelan Indonesia. Krisis yang dimaksud adalah sedikitnya lahir novel-novel yang bermutu sastra. Dan lebih sedikit novel yang bersemangat pesantren, yakni novel-novel yang menjadikan tauhid sebagai basis kreativitas. 

Sementara orang mengatakan, sastra bentuk novel memang akan sulit lahir dari kalangan pesantren (baca: ortodoksi muslim), setidaknya karena satu hal, yakni masih adanya anggapan bahwa membuat karakter (pelaku) fiksi dihukum haram karena dianggap sama dengan membuat patung. Kenyataannya memang demikian, tidaklah banyak lahir novelis atau cerpenis dari kalangan ortodoksi, baik ortodoksi modern maupun ortodoksi tradisional. Novelis atau cerpenis Islam kebanyakan muncul dari kalangan “abangan”.   


AHMAD TOHARI, sastrawan, tinggal di Banyumas.

DISERTASI( Kelas Menengah NU Telah Bergeser)


Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur Ahmad Rubaidi akan mempertahankan diseratasinya bertajuk “Pergeseran Kelas Menengah NU; Studi tentang Pergeseram Ideologi dari Moderat kepada Islamisme dan Postislamisme Pascareformasi di Jawa Timur”.

"Ini adalah ujian terbuka promosi doktor saya," katanya kepada NU Online, Kamis (14/2). Sidang dilangsungkan di ruangan auditorium IAIN Sunan Ampel, Jalan Ahmad Yani Surabaya. 

Dalam kajiannya disebutkan, banyak hal menarik dari NU usai transisi dari era Orde Baru (Orba) menuju  reformasi. Selain membawa dampak negatif juga positif secara bersamaan. 

Salah satu fenomena menarik untuk dikaji lebih mendalam adalah terjadinya pergeseran lapisan kelas menengah NU dari yang awalnya memegang teguh prinsip-prinsip ideologi ke-Islam-an yang bercorak moderat bergeser ke arah corak pemahaman Islam yang bergaris keras, atau identik dengan Islamisme," katanya.

"Fenomena ini terjadi saat gelombang reformasi dengan mengatas namakan demokrasi memberi peluang kepada kekuatan-kekuatan politik, termasuk gerakan Islamisme di Indonesia untuk berkontestasi berebut ruang-ruang publik maupun politik kekuasaan," lanjutnya.

Dari hasil penelusuran di lapangan, pergeseran kelas menengah NU terfragmentasi kepada beberapa Ormas, Parpol Islamisme, LSM, bahkan individual. Di antara pilihan institusi dimaksud adalah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Tarbiyah atau Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Majelis Ulama Indonesia (MUI),  LP2SI,  LPAI, dan beberapa individu.

"Data ini sepenuhnya didasarkan pada area penelitian yang terfokus di Jawa Timur sebagai lokus penelitian yang diharapkan mampu menggambarkan realitas kelas menengah NU secara umum," katanya.

Rubaidi menandaskan,  gerakan islamisme  antara lain ditandai dengan maraknya perda bernuansa syariat Islam dan besarnya intensitas diskriminasi dan intoleransi berbasis keagamaan. Fenomena tersebut ditandai dengan dua kemungkinan.

"Pertama, pergeseran kelas menengah NU dari ideologi moderat kepada berbagai ormas islamis," sergahnya Dan yang kedua, "Kontribusi kelas menengah NU, baik langsung maupun tidak langsung terhadap lahirnya dua fakta di atas,"terangnya. 

Dalam catatannya,  sejak 2001 hingga 2011,  Perda syariat Islam di Jawa Timur sebanyak 12 buah. Selain Perda, masih terdapat Surat Keputusan (SK) Bupati, Surat Edaran (SE) Bupati, dan pada 2011 ditambah Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur. "Semua subtansinya tentu saja tidak keluar dari formalisasi syariah Islam," katanya. 

Namun demikian, proses-proses pergeseran ini tidak selamanya berkonotasi negatif. Khusus pada corak kelompok islamisme ”tengah” atau disebut post-Islamisme cukup menjanjikan terhadap perubahan konstalasi politik Islam di masa depan. "Semua memang masih membutuhkan waktu sebagai pembuktian," pungkasnya.




Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Syaifullah

Minggu, 17 Februari 2013

Warga NU Harus Siap Hadapi Pasar Bebas



Jombang, NU Online
Wakil Gubernur Jatim, H Syaifullah Yusuf meminta warga NU harus siap menghadapi persaingan pasar bebas. Hal ini menyusul telah ditantanganinya kesepakatan antar negera khususnya negara yang tergabung dalam ASEAN terkait pasar bebas.

Pernyataan ini disampaikan Gus Ipul biasa dipanggil, saat menutup kegiatan Pasar Rakyat Indonesia yang diselenggarakan PBNU bekerjasama dengan PCNU di Kecamatan Ploso Jombang, Ahad (10/2) malam.  

Dikatakannya, menghadapi pasar bebas tingkat ASEAN ini NU berkepentingan melindungi warganya. 

“PBNU memiliki kepentingan untuk menjaga warganya agar tetap mengkonsumsi makanan yang kehalalannya jelas. Juga menggunakan barang yang benar benar halal,” ujarnya.


Karena menurut mantan ketua PP GP Ansor ini menambahkan, dalam pasar bebas itu, negara yang tergabung dalam kelompok ASEAN tenaga kerja dari negara-negara ini bisa masuk ke Indonesia. Begitu pula dengan kebutuhan konsumtif juga bebas masuk.

”Tenaga kerja Malaysia bisa bekerja disini begitu pula sebaliknya. Termasuk barang konsumtif juga bebas diperdagangkan,” imbuhnya.

Untuk itu PBNU, dikatakannnya sangat berkepentingan menjaga warganya agar tetap membiasakan mengggunakan barang yang jelas halalnya dan tetap mengkonsumsi makanan yang halal. NU juga kini telah memiliki Badan Halal 

”Itulah tujuannya mengapa pasar rakyat ini digelar,” tandas Gus Ipul mengatakan.

Sementara itu, antusias warga mengunjungi Pasar Rakyat Indonesia kemarin cukup tinggi, bahkan barang barang kebutuhan pokok yang di jual diserbu pembeli. 

“Untuk total berapa yang terjual belum kita hitung, secara keseluruhan. Namun antusias warga sangat tinggi,” ujar Bambang koordinator Pasar Rakyat dari PBNU usai penutupan.

Disamping, kebutuhan pokok yang disediakan PBNU, berbagai makanan kecil produksi warga NU Jombang juga ikut memeriahkan pasar rakyat. Diantaranya kripik suun, jepit dan aneka minuman alami produk ibu Muslimat NU diperdagangkan.

”Ini produksi warga Desa Tamping mojo Tembelang. Satu bungkus hanya Rp 5 ribu,” ujar Solihin mengatakan.


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Muslim Abdurrahman

DPR Sudah Terima Sikap NU Terkait RUU JPH



Jakarta, NU Online
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menerima pernyataan sikap NU terkait Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) dan tinggal mengakomodasinya.

“Beberapa waktu yang lalu NU sudah meluncurkan Badan Halal NU. Sikap NU pun sudah diterima DPR, tinggal diakomodasi saja,” kata anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Khatibul Umam Wiranu kepada NU Online di Jakarta, Ahad (17/2).

Menurut anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ini, RUU JPH dimaksudkan untuk melindungi warga negara. Keterlibatan organisasi besar seperti NU dalam penerbitan surat sertifikasi halal sangat  menguntungkan pemerintah, pelaku usaha dan konsumen.

Setiap kelompok masyarakat atau organisasi yang punya kompetensi harus dijamin ruang perannya. Kelompok agamawan yang punya kompetensi harus dijamin oleh UU boleh melakukan sertifikasi halal sehingga tidak ada lagi monopoli.

“Era kini menuntut RUU JPH bersifat terbuka dan terukur untuk menjamin partisipasi masyarakat dalam upaya melindungi pelaku usaha dan konsumen,” ungkapnya.

Menurut Umam, RUU JPH yang saat ini sedang dibahas harus mengakomodasi sikap NU dan Muhammadiyah mengingat dua aspek yang dibahas di dalamnya, yakni konsumen dan pelaku usaha yang sebagian besar keluarga NU dan Muhammadiyah.


“NU dan Muhammadiyah harus didengarkan sikapnya dan diakomodasi. Apa jadinya formula UU kita kalau RUU JPH mengabaikan sikap NU,” pungkasnya.


Redaktur: A. Khoirul Anam


Selasa, 12 Februari 2013

Banser Harus Taat Ulama



Pekalongan, NU Online
Barisan Ansor Serbaguna (Banser) harus tunduk dan ta'at dengan ulama, karena ketaatan ini bagi Banser adalah kunci keberhasilan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebagai benteng ulama, keberadaan Banser ditentukan oleh kedisiplinan perilaku dan sikap, sehingga tidak saja Banser disegani, akan tetapi lebih dari itu Banser juga bisa menjadi pelindung sekaligus pengayom bagi seluruh masyarakat tanpa membedakan suku, ras, agama maupun golongan.

Demikian dikatakan Habib Luthfy saat memberikan taushiyah di hadapan ribuan Banser se eks Karesidenan Pekalongan yang menggelar apel kesetiaan membela NKRI di Alun Alun Kota Pekalongan, Selasa (12/2).

Dikatakan, sebagai bagian dari generasi muda Indonesia, Banser memiliki peran yang cukup strategis membela dan mempertahankan NKRI. Meski ada tentara, Banser sebagai pasukan sipil jangan sampai ketinggalan untuk sama sama membela Indonesia dari rongrongan sekelompok masyarakat yang menginginkan Indonesia tercerai berai.

"Sebagai benteng ulama, Banser harus membentengi diri dengan berbagai ilmu untuk kepentingan bela negara Indonesia," ujarnya disaat bertindak sebagai inspektur upacara.

Hadir dalam apel kesetiaan Banser, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid, Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah Jabir Al Faruqi dan ratusan tamu undangan lainnya.

Usai gelar pasukan, Banser mengadakan halaqoh dengan nara sumber Nusron Wahid dan Habib Luthfy bin Yahya bertempat di eks Pendopo Kabupaten Pekalongan, Jalan Nusantara 1 Pekalongan.



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Absul Muiz

"KOMUNISME GAYA BARU"harus diwaspai

Sinyalemen kebangkitan PKI sudah sangat jelas telihat,salah satunya adalaah dengan membonceng Hak Asasi Manusia (HAM).
"Sekarang gerakan komunisme masuk melalui ide tidak seeperti G30S PKI dulu dan jika dulu menggunakan revolusi sekarang komunisme menumpang HAM,apalagi di indonesia HAM ini tidak jelas jenis kelaminnya,untuk itu masyarakat agar waspada"
Demikian kata KH.Hasyim Muzadi mantan ketum PBNU pada acara Sarasehan Nasional"Sinyalemen kebangkitan kembali Gerakan komunisme di indonesia"yang diselenggarakan pondok-pesantren tebuireng jombang,selasa(12/02/13).Sarasehan ini juga dihadiri oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Makhfudz MD,Jendral Pol Anton Tabah serta budayawan Taufiq Ismail.
Smentara itu Makhfudz MD mengatakan bahwa peluang bangkitnya komunisme di indonesia sangat besar,pasalnya hingga saat ini belum ada undang-undang yang bisa menjerat penganut ideologi komunis ini."di negara kita ini seorang yang mengaku penganut ideologi komunis tidak bisa dijerat dengan hukum dan tidak bisa diadili,karena memang tidak ada undang-undang yang mengatur masalah itu"tegas makhfudz.
Sementara itu Jendral Pol Anton Tabah mengatakan komunisme memanfaatkam euforia reformasi isu HAM dan Demokrasi serta isu kemiskinan dan kebodohan."kita harus mewasdai tujuh radikalisasi yang bisa ditumpangi oleh kaum komunis yakni radikalisasi kebebasan,radikalisasi HAM,radikalisasi ekonomi,radikalisasi politik,radikalisasi ideologi,radikalisasi demokrasi dan radikalisasi agama"ujar pak lendral.
Sedangkan budayawan Taufiq ismail mengingatkan kita bahwa kelompok komunisme sudah tiga kali mencoba merebut kekuasaan,selepas reformasi mereka berusaha bangkit dengan berbagai cara,maka ia mengharap masyarakat agar waspasa akan munculnya KGB(komunis Gaya Baru),kelompok KGB ini selalu mendesak pemerintah agar minta maaf atas tragedi 1965