Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy'arie - bagian
belakangnya juga sering dieja Asy'ari atau Ashari (lahir di Desa Gedang,
Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 – meninggal di
Jombang, Jawa Timur, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun; 4 Jumadil Awwal 1292 H- 6
Ramadhan 1366 H; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang) adalah pendiri Nahdlatul
Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Dikalangan Nahdliyin
dan ulama pesantren ia dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang berarti
maha guru.
KELUARGA
KH Hasyim Asyari adalah putra ketiga dari 10
bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang
berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Sementara kesepuluh
saudaranya antara lain: Nafi'ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah,
Maimunah, Maksum, Nahrawi dan Adnan. Berdasarkan silsilah garis keturunan ibu,
KH. Hasyim Asy'ari memiliki garis keturunan baik dari Sultan Pajang Jaka
Tingkir juga mempunyai keturunan ke raja Hindu Majapahit, Raja Brawijaya V
(Lembupeteng). Berikut silsilah berdasarkan KH. Hasyim Asya'ari berdasarkan
garis keturanan ibu:
Muhammad Hasyim Asy'ari putra Halimah putri Layyinah
putri Sihah Putra Abdul Jabar putra Ahmad putra Pangeran Sambo putra Pengeran
Benowo putra Joko Tingkir (Mas Karebet) putra Prabu Brawijaya V (Lembupeteng).
PENDIDIKAN
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah
dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang.
Sejak usia 15 tahun, ia berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara
lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren
Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan
di Sidoarjo.
Pada tahun 1892, KH Hasyim Asyari pergi menimba ilmu
ke Mekah, dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Mahfudh
at-Tarmisi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani,
Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin
Ahmad As-Saqqaf, dan Sayyid Husein Al-Habsyi.
Di Makkah, awalnya K.H. Hasyim Asy'ari belajar
dibawah bimgingan Syaikh Mafudz dari Termas (Kediri) yang merupakan ulama dari
Indonesia pertama yang mengajar Sahih Bukhori di Makkah. Syaikh Mafudz adalah
ahli hadis dan hal ini sangat menarik minat belajar K.H. Hasyim Asy'ari
sehingga sekembalinya ke Indonesia pesantren ia sangat terkenal dalam
pengajaran ilmu hadis. Ia mendapatkan ijazah langsung dari Syaikh Mafudz untuk
mengajar Sahih Bukhari, dimana Syaikh Mahfudz merupakan pewaris terakhir dari
pertalian penerima (isnad) hadis dari 23 generasi penerima karya ini.
Selain belajar hadis ia juga belajar tassawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat
Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.
KH. Hasyim Asy'ari juga mempelajari fiqih madzab
Syafi'i di bawah asuhan Syaikh Ahmad Katib dari Minangkabau yang juga ahli
dalam bidang astronomi (ilmu falak), matematika (ilmu hisab), dan aljabar. Di
masa belajar pada Syaikh Ahmad Katib inilah Kyai Hasyim Asy'ari mempelajari
Tafsir Al-manar karya monumental Muhammad Abduh. Pada prinsipnya ia mengagumi
rasionalitas pemikiran Abduh akan tetapi kurang setuju dengan ejekan Abduh
terhadap ulama tradisionalis.
Gurunya yang lain adalah termasuk ulama terkenal
dari Banten yang mukim di Makkah yaitu Syaikh Nawawi al-Bantani. Sementara guru
yang bukan dari Nusantara antara lain Syaikh Shata dan Syaikh Dagistani yang
merupakan ulama terkenal pada masa itu.
KARYA DAN
PEMIKIRAN
KH Hasyim Asy'ari banyak membuat tulisan
dan catatan-catatan. Sekian banyak dari pemikirannya, setidaknya ada empat
kitab karangannya yang mendasar dan menggambarkan pemikirannya; kitab-kitab
tersebut antara lain:
·
Risalah Ahlis-Sunnah Wal Jama'ah: Fi
Hadistil Mawta wa Asyrathis-sa'ah wa baya Mafhumis-Sunnah wal Bid'ah (Paradigma
Ahlussunah wal Jama'ah: Pembahasan tentang Orang-orang Mati, Tanda-tanda Zaman,
dan Penjelasan tentang Sunnah dan Bid'ah)
·
Al-Nuurul Mubiin fi Mahabbati Sayyid
al-Mursaliin (Cahaya yang Terang tentang Kecintaan pada Utusan Tuhan, Muhammad
SAW)
·
Adab al-alim wal Muta'allim fi maa yahtaju
Ilayh al-Muta'allim fi Ahwali Ta'alumihi wa maa Ta'limihi (Etika Pengajar
dan Pelajar dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Pelajar Selama Belajar)
·
Al-Tibyan: fin Nahyi 'an Muqota'atil Arham
wal Aqoorib wal Ikhwan (Penjelasan tentang Larangan Memutus Tali
Silaturrahmi, Tali Persaudaraan dan Tali Persahabatan).
Sumber : Wikipedia
0 komentar:
Posting Komentar